Jumat, 04 September 2009

Kajian Buku: Pembimbing ke Arah Alam Filsafat

KAJIAN BUKU

PEMBIMBING KE ARAH
ALAM FILSAFAT
PENGARANG: PROF. I.R. POEDJAWIJATNA


untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengasuh
Dr. Muhammad Abduhzen, M.Hum





Oleh
Muhamad Nasir NIM 20076011041










PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA
BKU PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
2007
Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya jua penulisan kajian buku ini bisa saya selesaikan dengan baik.
Sebagai bagian dari kegiatan perkuliahan Mata Kuliah Filsafat ilmu dengan Dosen Pengasuh Dr. Muhammad Abduhzen, M.Hum, saya harus menyelesaikan tugas mengkaji buku filsafat.
Buku Pembimbing ke arah Alam Filsafat yang ditulis Prof. I.R. Peodjawijatna saya pilih untuk dikaji. Buku yang diterbitkan Rineka Cipta tahun 2005 ini, terdiri dari 208 halaman. Isinya terbagi dalam empat bab. Namun yang saya kaji menurut petunjuk dosen pengasuh ketika mengajukan judul buku untuk disetujui hanya satu bab diantaranya. Yakni Bab ketiga.
Bab ketiga berjudul Filsafat Eropa. Isinya berupa pembahasan mengenai perkembangan filsafat di Eropa. Yang merupakan perkembangan dari Filsafat Yunani dan Filsafat Hindu.
Filsafat Eropa, dimaksudkan memberikan gambaran bagaimana kehidupan filsafat yang dikenal sejak zaman Yunani yang kemudian dilanjutkan di Roma. Di benua Eropa, Filsafat Yunani tumbuh dalam suasana lain dan berbeda pula perkembangannya. Karenanya, filsafat Eropa sesungguhnya bukan merupakan pohon yang baru dan lain macamnya. Tetapi tunas yang baru itu memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang rindang. Filsuf-filsuf Roma seperti Cicero dan Seneka misalnya mengembangkan ilmu berpangkal dari Yunani dan mempergunakan bahasa Latin untuk Filsafat.
Atas selesainya tugas ini, kepada Dosen Pengasuh saya ucapkan terima kasih. Semoga tugas ini berkenan diterima dan sesuai dengan yang diharapkan. Kepada pembaca dan civitas akademika Pascasarjana Program Bahasa Indonesia, Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia, Palembang, semoga kajian ini dapat memberikan manfaat. Terima kasih.
Peringkas,
Muhamad Nasir
20076011041

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN JUDUL ............................................................. iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

Filsafat Eropa ..................................................................................................... 1
I. Abad Permulaan ............................................................................................ 1
Patristik ............................................................................................................. 2
II. Abad Pertengahan ...................................................................................... 3
Scholastik .......................................................................................................... 3
Tomisme ............................................................................................................ 4
III. Filsafat Modern ......................................................................................... 6
Rasionalisme ..................................................................................................... 6
Empirisme ......................................................................................................... 8
Kriticisme .......................................................................................................... 9
IV. Filsafat Dewasa Ini .................................................................................... 10
Idealisme ............................................................................................................ 10
Tradisionalisme .................................................................................................. 10
Positivisme ......................................................................................................... 10
Evolusionisme ................................................................................................... 11
Materialisme ...................................................................................................... 11
Neokantiasme .................................................................................................... 12
Pragmatisme ...................................................................................................... 12
Realisme Kritis .................................................................................................. 13
Neohegelisme .................................................................................................... 13
Filsafat Hidup .................................................................................................... 13
Fenomenologi .................................................................................................... 13
Eksistensialisme ................................................................................................ 14
Neotomisme ...................................................................................................... 14
FILSAFAT EROPA

Filsafat Eropa, dimaksudkan memberikan gambaran bagaimana kehidupan filsafat sejak zaman Yunani yang kemudian dilanjutkan di Roma. Di benua Eropa, Filsafat Yunani tumbuh dalam suasana lain dan beda pula perkembangannya. Karenanya, filsafat Eropa sesungguhnya bukan pohon yang baru. Tetapi tunas yang baru itu memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang rindang. Filsuf-filsuf Roma seperti Cicero dan Seneka misalnya mengembangkan ilmu berpangkal dari Yunani dan mempergunakan bahasa Latin untuk Filsafat.
Agama baru, yang berlainan benar dengan agama sebelumnya, Katolik mempengaruhi perkembangan pemikiran. Lahirlah kemudian orang-orang cerdas yang mempergunakan kebijaksanaan manusia seperti zaman Yunani untuk mengabdi agama.

I. Abad Permulaan
Pengaruh agama baru di kalangan Eropa berpengaruh terhadap alam pikiran. Berbeda dengan sebelumnya di Yunani yang mencari kebijaksanaan melalui budi dan keduniaan. Itu disadari penganut Katolik hal yang wajar karena masa itu Injil belum turun.
Dampaknya ada dua kalangan pemikir di abad permulaan. Pertama, menolak filsafat Yunani. Dianggap kebijaksaanan kafir. Yang paling benar adalah kebenaran dari firman Tuhan.
Kedua, dapat menerima filsafat Yunani sebagai kebijaksanaan manusia. Manusia ciptaan Tuhan jadi kebijaksanaannya pun berasal dari Tuhan. Golongan ini menerima filsafat Yunani dalam metodenya. Cara berpikir manusia bisa untuk mencapai kebenaran yang tak bertentangan dengan kebenaran Ilahi dan persiapan menerima kebenaran Tuhan.
Patristik
Aliran yang hidup di abad permulaan adalah patristik. Berfilsafat dengan memperhatikan unsur baru dan menghubungkannya dengan kepercayaan atau Tuhan. Filsuf ini umumnya pimpinan masyarakat Katolik (gereja) disebut bapa (Latin: pater). Tokohnya, antara lain Tertulianus dan Agustinus. Terulianus (160-222) lahir di Kartago dan memeluk Kristen di Roma. Kebenaran dan kebijaksanaan hanya ada di kitab suci. Dengan budi dan pikirannya, manusia dapat mengetahui adanya Tuhan serta jiwa yang tak kenal mati.
Agustinus (354-430), waktu mudanya menyelami macam-macam filsafat lalu mengenal berbagai aliran agama, baru di umur 33 tahun menjadi Katolik. Ajarannya seperti logika, antropologi dan etika.
Dalam logikanya, dia memerangi skepsis. Skepsis menurutnya mengandung pertentangan dan kemustahilan. Menunjukkan serba ragu-ragu tentang segalanya. Karenanya, barang siapa yang ragu-ragu tentulah tak ragu-ragu tentang keragu-raguannya. Barang siapa yang ragu-ragu tentu dia berpikir tentulah dia ada. Menurut Agustinus, budi dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang dipaparkan dengan putusan baka, niscaya dan tak berubah. Realitas itu artinya adalah Tuhan itu sendiri.
Dalam Antropologi dan etika, Agustinus menyebutkan manusia menurut badannya termasuk alam jasmani tetapi karena jiwa, termasuk rohani. Sebagai jasmania ia terikat harus berubah, sengsara dan terlibat dalam waktu. Sebaliknya karena rohani, dengan budinya merncari kebenaran yang baka dan dengan kehendaknya mencari kebaikan yang sempurna. Manusia harus menaklukkan yang jasmani untuk rohani dengan menggunakan kehendaknya yang bebas dan merdeka. Kebenaran dan dosa itu ada pada kehendak yang bebas. Jika memilih jasmani dan meniadakan jalan Tuhan maka berdosa.

II. Abad Pertengahan
Abad pertengahan ini dimulai tahun 529 saat ditutupnya sekolah filsafat di Anthena yang resmi mengajarkan aliran Yunani oleh Kaisar Justianus. Filsafat setelah itu merupakan filsafat baru
Scholastik
Scholastik merupakan filsafat berdasarkan agama atau kepercayaan. Tokohnya yang terkenal Alcuinus dari Inggris. Juga Joanes Scotus. Menurut Alcuinus, wahyu dalam filsafat bisa disamakan dengan mercusuar tapi bukanlah kemudi untuk capai kebenaran. Sementara menurut Joanes Scotus, filsafat harus mengabdi teologi, sekaligus dapat menolong buktikan kepercayaan dan mengatur susunan keseluruhan kepercayaan itu.
Perkembangan filsafat ditunjang berdirinya universitas dan perserikatan biarawan yang ikut mengembangkan ilmu. Lahirlah Universitas Eropa dan Oxpord. Di lingkungan katolik ada Ordo. Kumpulan orang yang hendak mencapai kesempurnaan hidup di bawah pimpinan seorang pembesar. Mereka meninggalkan masyarakat, berkumpul dalam biara.
Puncak Scholastik
Ada dua persoalan penting yang dijawab tokoh aliran ini, hubungan budi dan wahyu serta soal universalia.
Anselmus (1033-1109) punya pendapat: fides quarens intellectum: Kepercayaan itu mencari budi. Lalu: credo ut intelligam: Saya percaya untuk mengerti.
Petrus Abaelardus (1079-1143) mengemukakan soal universal. Dia berada antara ultrarealisme dan nominalisme. Menurutnya, yang sesungguhnya ada ialah benda yang konkrit. Karenanya, universal itu sifat yang sungguh-sungguh terdapat ada realitas. Universal bukan sekedar nama (seperti pendapat nominalisme) juga bukan biji yang terkandung dalam realitas yang dapat disayat kulitnya (seperti pendapat ultrarealisme). Sifat itu tidaklah bisa dipisahkan dari halnya. Tokoh lainnya, Albertus Magnus (1203-1280) yang mengutamakan pengalaman indra dan bedakan filsafat dan teologi.
Tomisme
Tokoh aliran ini, Thomas. Ia menggunakan ajaran Aristoteles sekaligus menyusun sistem yang berlainan. Ia lahir di Aquino tahun 1225 karenanya dikenal sebagai Thomas Aquinas. Ia murid Albertus di Paris lalu menjadi pembesar ordonya di Jerman dan mengajar di perguruan tinggi Paris. Menurutnya, teologi dan filsafat merupakan ilmu yang berdaulat sepenuhnya. Ajarannya, Ontologia, anthroplia, dualisme, dan etika.
Dalam ontologi, menurutnya, adanya Tuhan dan adanya makhluk berbeda. Seluruh makhluk merupakan ada diadakan Tuhan. Sedangkan ada Tuhan ialah ada dari sendirinya.
Secara filsafat dapat dikatakan, ada Tuhan itu ialah essensinya. Essensi dan ada identik pada Tuhan. Esse makhluk berbeda benar dari essensinya. Meskipun tidak terpisahkan, tetapi terbedakan. Unsur pada makhluk terdiri dari aktus dan potensi.
Dalam antrolopologia, menurutnya jiwa manusia itu mengatasi jasmani. Jiwa manusia itu roh. Karena kerohaniannya, jiwa itu abadi. Sebab itu jiwa manusia tidak musnah jika badannya binasa. Tetapi selama jiwa itu bersatu dan merupakan satu-kesatuan dengan badan, tidaklah dapat ia bertindak sendiri, selalu dengan badannya.
Dalam dualisme, disebutkannya memang ada dualisme dalam manusia. Dualisme ini merupakan kesatuan bukanlah dualisme yang paralel. Pendapatnya: Nil en intellectu noisi prius in sensu. Tak sesuatu pada akal jika tidak ada pada indra terlebih dahulu.
Tujuan manusia tidaklah lain dari kemudian untuk memandangi kebenaran sejati itu sepenuhnya walaupun tidak dengan cara yang sempurna karena budinya tak mungkin mencakupi kesempurnaan Tuhan. Totum non tataliter.
Dalam etika, menurut Thomas manusia menyesuaikan kehendak dengan kehendak Tuhan berpedoman tingkah-laku manusia sebagai individu dan anggota masyarakat.
Pengenalan Tuhan
Menurut Thomas manusia tidak dapat langsung mengenal Tuhan. Kecuali menjalankan pikirannya mempergunakan indranya terlebih dahulu. Menurutnya, quinque viae, pancamarga dan pada akhir tiap-tiap jalan ini muncullah kesimpulan adanya Tuhan.
Pancamarga itu, yang pertama melalui gerak atau perubahan di dunia. Gerak atau perubahan di dunia tak mungkin dengan sendirinya. Kedua, melalui kesebaban. Sesuatu ada itu karena sebab. Harus lah ada sebab pertama yang tidak disebabkan tetapi menjadi sebab segala-galanya. Ketiga, menunjukketidakniscayaan dunia. Segala yang ada itu adanya tidak niscaya: Tidak semua, ada dengan keharusan. Pernah tak ada dan akan tak ada juga. Dunia selalu mengandung ketiadaan. Keempat, di dunia ini kesempurnaan bertingkat dan terbatas. Harus ada kesempurnaan yang sempurna. Itulah Tuhan. Kelima, dalam dunia ini ada yang mengatur, tidak dengan sendirinya. Tuhan lah pengatur itu.

III. FILSAFAT MODERN
Pada abad ke-13 timbul sistem filsafat yang disebut merupakan keseluruhan dan dapat dinamai pendahuluan filsafat modern. Dasar aliran ini adalah kesadaran atas yang individuil yang kongkrit.
Renaissance dan Humanisme
Renaissance adalah masa kembalinya kebudayaan kuno atau masa lahirnya kembali zaman kuno. Orang tak lagi memusatkan pikiran pada Tuhan dan surga, melainkan kepada dunia saja. Dalam dunia itu, pusat utamanya ialah manusia. Aliran yang memusatkan pandangan pandangan kepada manusia itu disebut humanisme.
Rasionalisme
Descarter (Cartesius) orang Perancis yang mempunyai pengaruh amat besar dalam abad-abad sesudah hidupnya. Ia menerima didikan scolastik, kemudian mengembara ke Nederland dan Swedia. Dia menyimpulkan, Scholastik tak dapat memberikan keterangan memuaskan kepada ilmu dan filsafat bahkan kerap kali bertentangan satu sama lain. Tak adanya kepastian itu karena tak ada pangkal yang sama, tidak ada metodos. Metodos baru ialah keragu-raguan. Dari metodos ini timbul kepastian tentang adanya sesuatu. Dirumuskan: cogito ergo sum, saya berpikir maka saya ada.
Keraguan Descartes hanyalah merupakan metodos, ia ragu-ragu bukan untuk ragu-ragu melainkan untuk mencapai kepastian. Kepastian yang terdapat pada kesadaran inilah yang dipakai menjadi pangkal fikiran dan filsafatnya karena kesadaran ini nampaklah tindakan budi (ratio). Ratio dapat membawa orang pada kebenaran dan dapat memberi pimpinan dalam segala jalan fikiran. Adapun yang benar itu hanya tindakan budi yang terang benderang yang disebutnya : idees claires et distinces. Itulah sebabnya maka aliran ini disebut rasionalisme.
Berdasarkan pendapat di atas, maka menurut Descartes realita itu terbagi atas dua suasana yang berdampingan yaitu: kesadaran yang sebenarnya dan bahan yang merupakan keluasan (extentio). Kesadaran hanya dapat diketahui oleh pengalaman jiwa dan keluasan dapat diketahui oleh ilmu pasti.
Dengan demikian dalam manusia oleh Descartes diterima dualisme, yaitu jiwa dengan budi dan kesadarannya serta badan dengan keluasannya. Dua hal ini bukan merupakan kesatuan akan tetapi dapat mempengaruhi satu sama lain, ada persesuaian antara tindakan jiwa dan reaksi badan. Ada yang mengatakan yang menyesuaikan ini ialah Tuhan ketika menciptakannya namun ada pula yang mengatakan bahwa persesuaian ini diadakan oleh Tuhan tiap kali ada kesempatan. Aliran terakhir ini disebut occasionalisme.
Descartes adalah pelopor tokoh rasionalisme dan disebut bapak filsafat modern terutama karena dia dalam filsafat sungguh-sunguh diusahakan adanya metodos serta penyelidikan yang mendalam.
Empirisme
Anggapan orang terhadap filsafat amat berkurang, sebab dianggap sesuatu yang tak berguna untuk hidup. Ternyata dalam ilmu, pengetahuan yang berguna, pasti dan benar itu diperoleh orang melalui indranya. Empirilah yang mempunyai peranan amat penting bagi pengetahuan, dan mungkin satu-satunya dasar pendapat diatas itu disebut empirisme.
Francis Bacon
Dalam hidup ini orang masih juga mempergunakan hal-hal yang umum dan mutlak, masih mempergunakan agama, bahasa. Tetapi sebetulnya itu kekeliruan belaka, khayal.
Bacon (1210 – 1292) mempergunakan istilah idol. (Yunani eidola – khayal, kekeliruan, hantu). Demikian Bacon membuka pintu gerbang yang luas bagi empirisme.
Thomas Hobbes
Ada yang menyebut Thomas Hobbes (1588 – 1679) itu menganut sensualisme, karena ia amat mengutamakan sensus (indra) dalam pengetahuan. Hal itu benar, tetapi dalam hubungan ini tentulah ia dapat dianggap salah satu dari penganut empirisme, yang mengatakan bahwa persentuhan dengan indra (empiri) itulah yang menjadi pangkal dan sumber pengetahuan.
John Locke
John Locke (1632 – 1704) hendak menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia, sampai kemanakah ia dapat mencapai kebenaran dan bagaimanakah mencapainya itu. Ia seperti Descartes menerima dualisme : substansi yang berfikir dan yang berkeluasan : dunia jiwa dan dunia bahan. Ia mempergunakan sensation dan reflection. Refleciton itu pengenalan intuitif serta memberi pengetahuan kepada manusia lebih baik, lebih penuh dari sensation. Sensation merupakan suatu yang mempunyai hubungan dengan dunia luar, tetapi tidak dapat meraihnya dan tak dapat mengerti sesungguhnya. Tiap-tiap pengetahuan itu terjadi dari kerjasama antara sensation dan reflection. Dalam hal ini ia bertentangan dengan Descartes.
David Hume
Dengan amat tegas David Hume (1711 – 1776) hanya menerima persentuhan indra dengan hal luas, hanya itu saja, segala kesimpulan yang diadakan orang itu tidak ada dasarnya sama sekali. Menurut Hume pengetahuan budi tak lagi dapat diprecaya, dari empirisme ia sebetulnya sampai kepada skepsis.


Kriticisme
Pada rasionalisme dan empirisme amat jelas pertentangan antara budi dan pengalaman, manakah yang sebenarnya sumber pengetahuan, manakah pengetahuan yang benar? Immanuel Kant (1724 – 1804) mencoba mengadakan penyelesaian antara pertikaian ini. Pada mulanya Kant mengikuti rasionalisme, tetapi sebaliknya empirisme tidak diterimanya begitu saja, karena empirisme membawa keragu-raguan terhadap budi. Kant menyelidiki (mengkritik) pengetahuan budi serta akan diterangkan, apa sebabnya maka pengetahuan budi ini mungkin. Itulah sebabnya aliran ini disebut kriticisme.
Adapun putusan itu merupakan rangkaian pengertian: subyek dan predikat.
Ini mungkin analitik, jika predikatnya telah tercantum dengan niscaya pada subyeknya.
Putusan sintetik bersifat a priori. Dalam ilmu, putusan-putusan umum dan mutlak dan harus diterima karena ilmu memang mengenai yang umum.
Kant menulis buku Critik der reinen Vernunf (kritik budi murni). Dia membagi transcendetale aesthetic dan transcendentale logic. Segala pengetahuan indra (transcendetale aesthetic) memerlukan unsur a priori yang disebut pengalaman, yaitu ruang dan waktu. Bukan benda yang diamati yang memiliki waktu dan ruang, melainkan bentuk ruang dan waktu sudah ada pada budi sebelum ada pengalaman atau pengamatan (a priori). Diri sendiri yang sesungguhnya (das Ding-an sich) tidak dikenal, yang dikenal hanyalah gejala-gejala yang teratur (dei Erscheinung).
Pengetahuan budi disebut transcendentale logic. Ada empat kategori pembentuk budi. Kuantitas, kualitas, relasio, dan modalitas. Orang yang hendak tahu itu ibarat burung merpati yang jika hendak terbang jaruslah mempunyai sayap dan udara.

IV. Filsafat Dewasa Ini
Idealisme
Aliran ini memberikan keterangan keseluruhan ada itu ada. Budi adalah sebuah subjek yang sekonkrit-konkritnya. Tokoh-tokoh aliran ini antara lain J.G. Fichte, FWJ Schelling dan G.W.F Hegel. Ajarannya disebut juga romantik.
Berdasarkan pendapat aliran Idealismea dan romantik ada tiga cabang filsafat. Yakni logika, filsafat alam, dan filsafat roh. Logika itu filsafat tentang idea. Filsafat alam ialah filsafat idea dalam penjelmaannya pada alam. Dan filsafat roh, filsafat idea yang kembali pada dirinya sendiri.
Dalam kerangka pemikiran Hegel, yang amat penting adalah negara. Negara itu penjelmaan idea yang tertinggi di dunia ini. Karena idea itu ilahi, maka negara itu tak lain daripada Tuhan yang ada di dunia.
Tradisionalisme
Perkembangan filsafat di Prancis mengalami revolusi yang amat hebat. Kegoncangan dalam kesusilaan dan kepercayaan karena orang mendewa-dewakan budi dan rasio. Karenanya harus kembali serta percaya sepenuhnya pada yang sudah-sudah atau tradisi. Tokoh aliran ini L. De Bonald dan F De Lamennais.
Positivisme
Di Prancis aliran positivisme ditokohi A Comte dan H Taine. Dalam sosiologi tokohnya Emile Durkheim. Sementara di Inggris tokohnya John Stuart Mill. Menurut aliran ini, untuk menciptakan masyarakat baru yang teratur budi dan jiwa harus diperbaiki. Dalam budi ada tiga tingkatan, teologi, metafisika, dan positiv.
Teologi, menerangkan segala-galanya dengan pengaruh dan sebab-sebab melebihi kodrat. Baru tingkat metafisika yang hendak menerangkan segala sesuatu melalui abstraksi. Terakhir, positif yakni hanya menghiraukan sungguh-sungguh serta sebab-akibat yang sudah ditentukan.
Evolusionisme
Aliran ini dipengaruhi ahli biologi, Darwin. Menurutnya, manusia yang sekarang ini hasil tertinggi dari perkembangan teratur oleh hukum-hukum mekanik. Sama halnya dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan, perkembangan manusia pun berlaku survival of the fittes dan hukum struggle for life merupakan hukum tertinggi dalam hidup. Tak ada beda antara manusia dan binatang atau benda lainnya. Karenanya, kemudian hari akan timbul manusia yang lebih sempurna dari sekarang ini.
Darwin sesungguhnya tidak berfilsafat. Tetapi dasar pemikirannya digunakan Herbert Spencer. Evolusi adalah peralihan hubungan yang lebih erat (integation) dalam bahan yang dengan sendirinya disertai perluasan gerak (dissipation). Di belakang dunia ini ada suatu rahasia yang tak dikenal. The great unknowable.

Materialisme
Dipelopori Lamettrie di Prancis, menurut aliran ini prinsip hidup itu tak ada dan tentu tak ada prinsip hidup yang rohani. Manusia tak lain daripada mesin, begitu juga dengan binatang sehingga tak ada bedanya antara manusia dan binatang. Bahan tanpa jiwa tak mungkin hidup (bergerak) sedang jiwa tanpa bahan tak mungkin ada.
Di Jerman tokoh aliran ini Feuerbach, Vogt dan Buchner serta Molenschott. Kemudian dikembangkan menjadi materialisme historis/dialektik oleh Karl Marx dari Jerman. Alirannya kemudian disebut Marxisme.
Marx menghubungkan antara ekonomi dan filsafat. Tugas filsuf bukanlah menerangkan dunia melainkan untuk mengubah dunia. Milik bukan pada individu tetapi pada masyarakat yakni negara. Yang paling reaksioner dari Marx, agama itu racun masyarakat. Agama sama sekali takberguna bagi kaum proletar. Mereka tak perlu agama tetapi mempunyai filsafat, ilmu, seni, kesusilaan, hukum dan politik.
Neokantianisme
Aliran ini sebagai upaya kembali kepada ajaran Kant. Ada dua aliran, Marburg dan Baden. Aliran Marburg, tokohnya Cohen dan Natorp. Menurut Cohen, semua hal itu barulah ada, jika dipikir dan karena dipikir. Karenanya, filsafat bermaksud menyelidik hukum-hukum berpikir yang membangun ciptaannya. Makanya, filsafat dibagi atas logika, etika, dan aestetika.
Logika bagi Cohen filsafat berpikir murni. Berpikir yang berdaulat, menciptakan objeknya dan sendiri pun menjadi objek pula. Tuhan tidak dapat disebut persona, melainkan cita-cita bagi tindakan manusia. Aestetika ialah filsafat tentang rasa murni, yang menjadi asal segala putusan tentang segala keindahan.
Paul Natorp menyatakan bahwa Tuhan hanya idea belaka dalam kalangan idea manusia itulah yang paling tertinggi. Karenanya, mungkin saja ada agama tanpa Tuhan.
Aliran Baden dasar pemikirannya untuk mencapai kebenaran haruslah mengindahkan sollen, rasa kewajiban.
Pragmatisme
Aliran ini berkembang di Amerika dan Eropa. Tokohnya, Hans Vaihinger. Persesuaian antara subyek dan obyek tak mungkin dibuktikan. Satu-satunya ukuran bagi berpikir adalah gunanya (Yunani: pragma-guna).
Tokohnya antara lain William James dan Jhon Dewey. Aliran ini menyimpulkan kebenaran tidak berdasarkan persesuaian antara subyek dan obyek.
Realisme Kritis
Tokoh aliran ini Wundt, Kulre dan E Von Hartmann. Dalam aliran ini ada tiga bukti adanya realitas obyektif. Pertama, apa yang ada dalam pengalaman memberikan sebab berupa realitas (bukti causal). Kedua, pengalaman yang tidak dikehendaki tak mungkin jika tak ada hal-hal di luar kita (bukti substrat). Dan ketiga, ada hal-hal sebelum pengalaman dan terus adanya sesudah pengalaman mengharuskan adanya hal-hal itu tidak bergantung dari pengalaman (bukti continuitas).
Neohegelianisme
Teori Hegel berkembang kembali di Jerman bahkan di Nederland, Inggris, dan Italia. Aliran idealisme ini berkembang dan menyatakan bahwa Hegel merupakan penyempurnaan. Tokohnya antara lain di Inggris Richard Kroner, B Jowett, dan Green. Di Nederland ada G Bolland dan di Italian Croce dan Gentile.
Filsafat Hidup
Aliran ini lahir sebagai reaksi terhadap idealisme dan positivisme. Bagi filsafat hidup bukanlah rasio itu cukup untuk berfilsafat. Kecuali jika rasio itu dipadukan dengan seluruh kepribadian sehingga tidak terbatas berpikir saja melainkan juga mengenai ada yang mengikutkan kehendak, hati dan iman. Di Prancis, tokohnya Bergson serta Maurice Blondel dan Le Roy. Di jerman Dilthey.
Fenomenologi
Aliran ini dipelopori Husserl yang dipengaruhi Brentano. Menurutnya orang harus memulai pengamatan dari hal sendiri tanpa dasar apapun. “Zu den Sachen selbst.” Kesadaran itu selalu terarahkan kepada obyek. Harus nampak obyek dalam kesadaran (gejala- fenomenon) maka gejala itu diselidiki juga. Merupakan kesadaran transedental.
Max Scheler dan Nicolai Hartman merupakan tokoh lain aliran ini. Yang diutamakan dalam penyelidikan adalah secara fenomenologis etika dan filsafat agama. Manusia bukanlah pencipta nilai tingkah laku. Nilai-nilai itu berlaku lepas dari manusia.
Sementara menurut Nicolai Hartmann, pengetahuan (tahu) subyek dan obyek itu berhadap-hadapan. Obyek menentukan sifat pengetahuan. Mungkin saja obyek lepas dari subyek dan berdiri sendiri (Ansichsein).
Eksistensialisme
Sifat-sifat umum aliran ini: Orang menyuguhkan dirinya (existere) dalam kesungguhan tertentu; Orang harus berhubungan dengan dunia; Orang merupakan kesatuan sebelum ada perpisahan jiwa dan badannya; Orang berhubungan dengan ada. Tokoh-tokoh aliran ini, Soren Kierkegaars (Denmark), Martin Heidegger, Karl Jaspers, Gabrile Marcel (Prancis), Paul Satre.
Soren Kierkegaars merupakan bapak eksistensialisme. Meskipun bukan ahli filsafat melainkan teolog, baginya eksistensi merupakan kepenuhan ada dimana individu karena persetujuanya dan kemauannya yang merdeka menjadikan dirinya subyek yang kongkrit. Kebenaran itu ada pada yang kongkrit bukan pada sistem yang umum.
Neotomisme
Neotomisme menurut sebagian orang adalah filsafat resmi Gereja Katolik dan diharuskan bagi semua penganut agama Katolik. Meski demikian, ahli pikir Katolik ada yang tidak menganut Neotomisme. Diantaranya, Mortimer Adler, E.L. Mascall dan Austin Farrer.
Aliran ini disebut juga Scholastik. Ada tiga cabang dalam aliran ini: Pertama, menganggap ajaran Thomas sudah sempurna hingga Tomisme sekarang bertu tugas menerangkan ajaran Thomas. Keterangannya harus sesuai dengan zamannya (Modern). Tokohnya R Garrigou-Lagrange.
Kedua, hasil pikiran Thomas dalam ontologi sudah sempurna dan tak dapat diubah lagi. Namun ada persoalan baru yang saat masa Thomas belum dipersoalkan sehingga Neotomisme menyelidik soal-soal itu atas dasar Tomisme. Tokohnya, Jacques Maritain.
Ketiga, filsafat Thomas dalam garis besarnya memang harus diikuti serta filsafat memang amat berguna. Namun, bukan berarti sudah sempurna dan bisa menjawab segala pertanyaan. Tokohnya Joseph Marechal dan Joseph Geyser. Kebenaran mungkin saja dicapai kalau pendapat Thomas dihubungkan dengan berbagai aliran lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar